Jumat, 03 Januari 2014

KIAT MENJADI PENGUSAHA SEKALIGUS PEMIMPIN

Tapi tanggung ya... He he he. Saya terusin aja dikit lagi. Nanti omongan Arif di atas ini ada sambungannya di akhir Mukaddimah yang menjadi benang merah visi misi, dan goals yang saya dan kita seharusnya pengenin. Insya Allah amin. Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah. Mulai tahun 2010-an hingga tulisan ini digelar menjadi Kuliah Berseri di KuliahOnline, saya kian tertarik membahas dunia usaha, dunia dagang, sekaligus dunia kerja profesional. Dan sebagaiman saya jelaskan di atas, di tahun 2010-an ke atas, saya rasa saya pun mulai bergairah, he he he, bicara tentang Indonesia dan Kepemimpinan. Serial Wisatahati di ANTV di tahun 2012 pun kemudian merilis judul-judul yang terkait dengan dunia usaha dan dunia kepemimpinan. Kadang ga tanggung-tanggung, sekali rilis bisa 40-an seri. Alias berminggu-minggu di antv bicara tentang dunia usaha dan kepemimpinan. Pada pembahasannya, seringan-ringannya saya kemukakan bahwa menjadi pengusaha dan pemimpin itu mudah. Saya ulang-ulang kalimat ini di berbagai kesempatan, supaya betul-betul tidak ada rasa berat dan ketakutan meniti dua jalan ini. Ada yang menjadi pengusaha mini market dan kontrakan ruko dengan modal ngebiasain baca Surah al Waaqi’ah. Koq bisa tahu? Bisa yakin? Ya, sebab kisah ini emang dimulai dengan pertemuan dengan seorang anak muda tukang tambal ban. 2008 ketemu Yusuf Mansur. Yusuf Mansur nanya, berapa penghasilan sebulan? Dijawab, “Harian. Sehari 15rb.“ Lalu dikasih amalan supaya banyak rizki. Jangan tinggal surah al Waaqi’ah. Sehari sekali mah kudu dibaca. Bagus 2x, jadi lebih banyak. Baca dah pagi sore. Orang ini ngamalin. Setahun berikutnya mengundang Yusuf Mansur untuk meresmikan minimarket waralaba yang dibukanya. Kisahpun berguir. Ada yang menjadi pengusaha kemiri (bumbu dapur), dengan modal 4 surah; ar Rohmaan, al Waaqi’ah, Yaasiin, al Mulk. Lalu kemana-kemana menginspirasi orang untuk jangan meninggalkan 4 surah ini sehari-sehari. Dipakai bahasa jangan meninggalkan, untuk menunjukkan masih perlu baca yang lainnya. Usianya sudah 50-an tahun. Hutang banyak. Yusuf Mansur lalu dilihatnya campaign Indonesia Menghafal. Sebagai permulaan, dawamin 4 surah ini. Supaya lama-lama hafal. Atau sengaja saja hafal. Dan kemudian Yusuf Mansur dilihat dan didengarnya mengungkapkan kisah-kisah di balik orang yang menghafal dan mendawamkannya. Hingga kemudian ibu ini mendapat tamu yang memintanya menjadi supplier kemiri, padahal dia ga ada track record sebagai pengusaha! Ga tau juga gimana carinya, dan seperti apa. Tapi sama orang ini diajari. “Saya sekarang udah ga ngirim lewat kurir lagi, Ustadz. Tapi sewa pesawat kargo sendiri,“ katanya di bandara Gorontalo, tanggal 1 Januari 2010. Subhaanallaah, beliau menceritakan prosesnya yang menurutnya relatif cepat, 4 bulan. “Saya ga membayangkan sebelomnya. Saya cuma kepengen lunas hutang. Supaya di hari tua ini saya tenang. Saya yakin, dengan membaca Surah-surah yang diajarkan Ustadz, pasti ada Kebaikan Allah..“ Yang ga senang, ya tetap aja ga senang. Ga apa-apa. Seruan lisan, atau pun tulisan, tidak hendak memaksa Saudara setuju, atau memaksa Saudara membaca ini dan itu. Yang khawatir akan jatuh kepada “baca Qur’an hanya Waaqi’ah dan atau 4 surah saja“, saya katakan, bahwa “Subhaanallaah, hanya baca ini saja sudah masya Allah. Apalagi beliau beliaunya ini baca yang lain. Masya Allah tentu lebih meningkat lagi.“ Dan Saudara-saudaraku yang disayang Allah. Tukang tambal yang mendawamkan al Waaqi’ah, dan si ibu yang mendawamkan 4 surah; ar Rohmaan, al Waaqi’ah, Yaasiin, dan al Mulk, dua-duanya sama-sama ga ngerti loh apa yang dibaca! Saya agak berbeda dengan yang lain. Yang lain mengatakan, “Jangan hanya baca. Ga ada pengaruhnya! Baca juga terjemahannya.“, maka saya berbeda. “Lihatlah. Ga ngerti aja demikian berpengaruhnya. Apalagi ngerti. Tetap mendorong untuk memahami, membaca terjemahannya, mempelajari dan belajar tafsirnya, hukum-hukumnya.“ Karena al Qur’an emang beda. Ia bukan bacaan biasa yang tak berpahala. Ia adalah al Qur’an. Kalamullaah. Yang kalau dibaca maka setiap hurufnya mengandung 10 sampe 700 kebaikan. Subhaanallaah. Wallaahu a’lam. Menjadi pengusaha dengan cara Allah, sungguh mudah dan jalannya menyenangkan. Dari awal tracknya jadi track ibadah yang tidak berliku. Kalaupun timbul liku-ilku, Allah akan menemani. Masya Allah. Kalau jadi pengusaha dengan cara di luar Allah, maka jalannya sudah pasti jadi bukan cara ibadah. Dan ini menjadi jalan biasa saja. Tidak istimewa. Ada yang menjadi pengusaha global, dengan dhuha sebagai pintunya di saat krisis ’97-’98. Namun saat membuka pintu dhuha ini langsung digeber, 8 rokaat saban hari. Hingga kemudian Allah memuliakannya dengan memberikan kunci-kunci kekayaan dunia. Dan pastinya negeri akhirat tetap diberikan Allah. Allah terlalu kaya untuk tetap membagi Janji-Nya di akhirat sana. Ada yang menjadi pengusaha dengan shalat malam sejak SMP nya. Lalu kemudian tumbuh menjadi pengusaha worldclass yang rapar kemaren bisa di London, lalu besok lusanya bisa Hongkong. Sementara ketika perjalanan luar negeri, bukan hanya tidak menoleh ke tempat maksiat, tapi sajadah tahajjud pun tetap tidak ditinggal. Subhaanallaah. Ada seorang yang bersedekah separuh dari 40-an ruko yang dimilikinya di salah satu kota besar di tanah air. Dan memimpin pembangunan masjid dan pesantren sebagai salah satu obsesi barunya, bukan saja kepengen buka cabang baru lagi dan lagi. Sementara ketika Yusuf Mansur bertemu dengan ayahnya si pengusaha muda ini, ayahnya bercerita, anaknya sejak kecil sangat menyukai azan. Kalau ada yang lain, azan mendahuluinya, ia suka menangis. Dan itu tanda sejak kecil anak ini sudah ada di barisan shalat berjamaah. Masya Allah. Ada orang yang kemudian tumbuh menjadi seorang pengusaha, dengan berbekal sedekah. Hingga ia bertutur, ia percaya kekuatan sedekah. Meski berkali-kali sedekah itu belom menampakan hasilnya, bahkan hingga bertahun-tahun, namun ia optimis. Toh yang disebut bertahun-tahun katanya, ya baru 6 tahunan, he he he. Bukan berabad-abad. Yang satu ini malah dulunya supir saya pribadi. Ia bilang, saya tidak mau digaji. Pengen sedekah dengan cara nyetirin saya. Dan katanya, ga mau lama-lama nyetirin ustadz. Kepengen jadi pengusaha, he he he. Asli, secara verbal diungkapkan dalam perjalanan Jkt-Bandung-Jkt, sambil terkekeh-kekeh. Sementara yang lain minta dibayar, atau berharap dibayar, ia tegas mengatakan kepengen bersedekah dengan cara menyetiri ustadz. Mantab! Sering-sering aja dapat supir yang begini, he he he. Supir saya ini kemudian memang pamit. Berpisah. Hingga satu masa, di tempat yang jauh sangat dari Jakarta, kalaulah tidak pake pesawat, yakni di Sumsel, keberuntungan itu diberi Allah juga. Sekedar catatan, saya suka tidak nyaman menyebut keberuntungan sebagai sesuatu kekayaan belaka. Namun kata-kata ini “terpaksa“ saya pakai juga untuk menunjukkan satu perubahan. Saya lebih senang aslinya menyebut, bahwa mereka yang sudah bisa beribadah, meski harapannya belom lagi dikabul, keinginan dan doanya belom lagi dijabah, kesulitannya belom lagi dilepas Allah, sungguh ia telah berada di keberuntungan yang nyata. Namun sekali lagi, untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada supir saya ini, kata-kata: keberuntungan, saya pakai juga. Ya, di Sumsel, keberuntungan ini datang juga. Satu hari sebelomnya, ia dan istrinya berpuasa. Ketika mau buka, uang di tangan 5000 rupiah. Jalanlah ia untuk membeli sekedar jajanan buat berbuka. Buat dirinya, istrinya, dan sekalian buat anak-anaknya. Namun di tengah jalan, seperti kisah sedekah klasik, uang ini ada yang minta. Ia dan istrinya sepakat, memilih tidak berbuka puasa. Tanggung. Sekalian terus nge-track di dunia sedekah. Sampe kata-kata Ustadz terbukti, sampe datang itu janji Alah. Sedekah adalah pengorbanan. Masa iya juga ga makan. “Semua dijamin Allah,“ kata hatinya yakin. Istrinya mendukung. Dan nyatanya malam itu mereka tetap makan. “Dikirim Allah,“ katanya. Esok harinya, kabar gembira itu datang. Dia ini didatengi pemilik lahan, yang di dalamnya ada batubaranya. “Ada yang mau beli. Situ aja yang urus.“ Supir saya ini kemudian mengurus. Sederhana. Hanya nyambungin dan faslitasin ketemuan. Orang Korea ternyata. Bukan orang Indonesia. Dalam perjalanan waktu, ada peristiwa di mana uang 3M sebagai awal, dititip ke eks supir saya ini. Tidak lewat transfer. Tidak lewat cek. Tapi tunai. Dititip ke supir saya. Entahlah. “Peristiwa itu terasa benar diatur Allah,“ tutur beliau kepada Ustadz Basuni, kawan saya sekaligus guru saya. “Kalau tidak dititip ke saya, lain cerita kali.“ Uang 3M sebagai DP itu kemudian berlanjut dengan pembayaran kedua. Wallaahu a’lam. Semoga kisah kayak gini dialami sendiri oleh Saudara, sehingga saya tidak dianggap bohong. Saya terus terang ada kesulitan tersendiri kalau berkisah dengan mencantumkan identitas asli narasumber atau testimoni. Jadi ya dinikmati saja, sambil saya berdoa, kisah ini akan menjadi kisah Saudara semua yang percaya lalu mengikuti. Eks supir saya ini memberikan semua uang 3M kepada pemilik lahan. “Nanti pembayaran kedua, langsung sama orang Koreanya.“ Saat membayar bayaran kedua, orang Korea ini cukup surprise melihat transaksi lancar. Uang 3M yang berpotensi dibawa lari, sedang ia tidak ada siapa-siapa di Indonesia, ternyata nyampe sempurna kepada pemilik lahan. Surprise berikutnya, ia tidak menduga bahwa uang 3M itu tidak akan dipotong sama sekali, sebagai barangkali kelaziman calo atau transaksi. Yang terjadi berikutnya, Korea ini nyaman sekali dengan eks supir saya ini. “Susah cari yang jujur.“ Akhirnya ia pun menjadi orang kepercayaannya Korea ini hingga mengatur lalu lintas uang puluhan milyar rupiah. Hal-hal yang begini yang akan dibahas di sini. Ga susah. Semua insya Allah bisa. Sekedar menjelang tutup mukaddimah ini, saya ingin mengatakan kepada Saudara-Saudara semua, sungguh jalan bagi Allah itu luaaaaaaas dan buanyak. Jangan yang ada cantolannya kayak gubernur di atas tadi. Di mana sebelom dicalonkan jadi wakil, ia sudah sering ke rumah dinas gubernur, walo sebatas pemberi kultum dan tausiyah. Atau kayak eks supir saya, dengan jelas ia mengatakan ga bisa lama-lama jadi supir saya. Kepengen kaya, kepengen jadi pengusaha, he he. Insya Allah yang ga ada angin pun, di awalnya, ga ada cantolannya pun, di awalnya, insya Allah, insya Allah, insya Allah, segala jalan milik Allah. Allah akan bukakan untuk Saudara semua. Insya Allah. Kalau cerita melulu, ga beres-beres nih Mukaddimah. Ntar malah jadi buku saku terpisah, ha ha ha. Kayak Mukaddimahnya Kuliah Tauhid atau Mukaddimahnya Quantum Giving yang sudah duluan jadi buku tersendiri. Insya Allah saya batasin dah. Saya segera tutup dengan beberapa lagi informasi. He he, maaf ya. Belom nutup-nutup juga. Berbarengan dengan itu, atas izin Allah saya dan kawan-kawan dengan dibantu oleh jutaan orang di negeri saya, Indonesia, mengumandangkan INDONESIA MENGHAFAL. Sebuah gerakan yang membangun ddasar dan mewarnai pembangunan Indonesia masa depan. Gerakan ini meski tidak menyengaja memfokuskan ke anak-anak Indonesia, melainkan ke semua strata umur masyarakat, namun sasaran utama gerakan ini adalah anak-anak bangsa. Orang-orang tua Indonesia menjadi motor bagi anak-anak Indonesia agar anak-anaknya tumbuh bersama al Qur’an. Mau jadi apa kek anak bangsa di kemudian harinya, anak udah dibekali duluan dengan al Qur’an. Gerakan ini kemudian menjadi srategis apabila kemudian disadari bahwa Indonesia masa depan bukan hanya diinginkan sebagai negara yang maju dan memimpin dunia saja, tapi negara yang semakin bermartabat, berakhlak mulia, berkarakter Indonesia yang ramah, santun, dengan al Qur’an sebagai jendralnya. Kehidupan ini, termasuk kehidupan pengusaha dan penguasa, semuanya tidak bisa dipisahkan dari yang namanya agama. Tidak bisa dipisahkan dari yang namanya al Qur’an dan as Sunnah. Kalau misah dan terpisah, wuah, rusaklah negeri ini, rusaklah dunia ini, dan rusak juga keluarga dan dirinya. Karena itu, sebagaimana saya menyeru di Mukaddimah ini: “Jangan memusuhi keinginan, jangan memusuhi impian. Bersahabatlah dengan keinginan dan impian, bawalah ke Allah dan teruslah bergerak,“ maka saya pun ingin berkata: “Jangan memusuhi dunia usaha, jangan memusuhi kekuasan. Masuklah. Ikutlah menjadi pemainnya. Warnai dengan al Qur’an dan akhlak yang mulia. Berdakwahlah di dunia usaha dan dunia kekuasaan, dengan memberikan contoh riil yang menakjubkan dan nyata. Dan jadilah manusia yang sebanyak-banyak manfaat buat yang lain.“ Saya membayangkan, indah betul, di geladak kapal perang induk Indonesia. Berdiri seorang panglima TNI, memimpin shalat tarawih berjamaah. Di kapal perang induk itu, berlangsung tiap malam, seperti pasukannya Muhammad al Faatih yang menaklukkan Konstantinopel di abad 14, di mana mereka shalat malam, shalat tarawih, 1 malam 1 juz. Sang panglima TNI yang datang di malam ke-17, melanjutkan dengan juz yang ke-17 tanpa ada kesulitan. Ayat suci berkumandang, di atas geladak kapal perang induk Indonesia. Bukan sekarang. Tapi 20-40 tahun yang akan datang dari 2012 ini. Suara yang datang dari seorang imam yang haafidz, yang hafal Qur’an, sedang ia adalah seorang pemimpin yang memimpin seluruh angkatan bersenjatanya Republik Indonesia, darat, laut, dan udara. Subhaanallaah... Lebih amazing lagi, ribuan tentara yang ikut shalat, pun mayoritasnya adalah tentara-tentara penghafal Qur’an. Masya Allah. Zaman itu akan sampe. Zaman di mana ga akan ada kesulitan merekrut calon-calon tentara yang hafal Qur’an. Sebab input sekolah tentaranya, sudah output sekolah Qur’an semua. Ini memang impian. Tapi biar aja. Mulai aja bermimpi. Apalagi Indonesia udah mulai keilangan mimpinya. Didera korupsi, didera kasus-kasus politik, kerusuhan, dan berbagai macam penderitaan rakyatnya. Media pun ikut bertanggung jawab membangun keprihatinan bangsa, dan pesimisme. Saya memilih fokus aja ke impian, dan motivasi membangun. Bukan saya doang yang bermimpi. Tapi semua yang membaca ini, yang mengikuti perkuliahan ini, insya Allah semuanya ikut serta bermimpi. Dan kemudian sama-sama bergerak mewujudkan impian ini, bersama Allah juga. Saya membayangkan, ada satu gedung baru dibuka. Milik sebuah perusahaan holding company. Yang dibarengi dengan syukuran diakuisisinya perusahaan berbendera asing yang diambil kembali oleh anak negeri, yakni si pemilik gedung. Hari seremoni pembukaan itu hari senen siang. Tidak ada dominasi makan siang, ataupun jamuan minuman dan kue-kue. Sebab presdir dengan jajarannya, dan ribuan karyawan yang khidmat mengikuti seremoni pembukaannya, sedang berpuasa sunnah. Puasa sunnah hari senen. “Kita mencapai kejayaan ini, sebab di antaranya fadhilah puasa sunnah yang kita lakukan bertahun-tahun dengan izin Allah. Bertahun-tahun kita bersama membangun usaha ini dengan buka puasa bersama. Ribuan istri karyawan, ribuan suami karyawati, semuanya datang ke kantor-kantor cabang kita semua, dan termasuk di kantor pusat. Untuk berbuka bersama, mendoakan usaha kita ini. Lalu sampailah kita hingga hari ini. Maka hari kemenangan ini, tidak kita tandai dengan makan-makan di siang hari, tapi justru kita merayakannya dengan mengingat sejarah. Yakni sambil berpuasa...“, begitu cuplikan sambutan sang presdir. Mantab! “Buat yang tidak berpuasa, ga usah khawatir. Qur’an dan Rasulullaah mengajarkan kami memuliakan tamu. Kami tetap akan menemani. Seakan-akan kami tidak berpuasa...“ Seakan Presdir ini sombong mengatakan ini, tapi kalimatnya bukan kalimat yang sombong, riya, tapi kalimat penuh makna dan memotivasi. Ia merayakan seremoni pembukaan gedung barunya, selametan perusahaan yang baru dibelinya, bersama karyawan-karyawatinya dengan tetap berpuasa. Subhaanallaah. Dan selepas ashar, menyambut datangnya waktu berbuka, ada khataman Qur’an. Khataman Qur’an adalah bid’ah bagi sebagian yang lain. Tapi tidak buat Presdir dan perusahaan ini. Khataman Qur’an pun biasa saja. Ga ada yang istimewa. Kecuali pemandangan di perusahaan ini. Biasanya khataman Qur’an dilakukan oleh santri-santri penghafal Qur’an, atau ustadz-ustadz yang hafal Qur’an. Sementara banyak karyawan senior, direksi dan owner, tidak di lokasi khataman. Sedang bergelak tawa dengan para tamu undangan terhormat lainnya. Di perusahaan yang dibayangkan ini, beda. Semua khusyu’, khidmat. Satu ruangan dengan presdir, di ballroom besar gedung itu. Siapa yang mimpin khataman? Ga tanggung-tanggung, langsung Sang Presdir! Bilghoib. Tanpa melihat dan tanpa megang Qur’an. Dan subhaanallaahnya, hanya sedikit dari ribuan karyawannya yang juga pegang Qur’an. O-o-o, rupanya mayoritas karyawan karyawatinya pun berasal dari generasi penghafal Qur’an. Saat itu nanti datang, saat yang dibayangkan ini insya Allah terwujud, bukan sekarang. Tapi 30-40 tahun yang akan datang. Di mana zaman itu, tidak akan susah mencari calon karyawan yang datang membawa lamaran pekerjaan dan pengalamannya, berikut hafalan Qur’an 30 juz nya. Insya Allah ini bukan mimpi. Ada Allah, dan ada Saudara-saudara semua yang bisa mewujudkan bersama-sama. Insya Allah. Btw, akan halnya dengan pembukaan usaha di hari senen, lalu ditutup dengan buka puasa bersama, agaknya ga usah nunggu 30-40 tahun kali. Yang satu ini mah Saudara bisa lakukan sesegera mungkin saat Saudara membuka unit usaha baru, kantor baru, memulai proyek baru, dan lain sebagainya. Nah... Begini inilah suasana dunia usaha yang mau dibangun. Di perkuliahan ini, di tulisan ini, Saudara tidak akan menemukan pembahasan lebih detail lagi tentang sekolah kepemimpinan, atau tentang dunia kekuasaan. Sebab yang kali ini fokus di dunia usaha, dagang, dan kerja profesional. Selamat mengikuti perkuliahan “Semua Bisa Jadi Pengusaha“. Doa saya menyertai.

VISI MISI PENGUSAHA

Sebelum Kuliah Umum “Semua Bisa Menjadi Pengusaha“ menjadi berat, saya coba endapkan dengan bicara “visi misi“. Kenapa Yusuf Mansur, yang seorang ustadz, dan belom diketahui reputasinya sebagai pengusaha, he he he, lalu membuat Sekolah Bisnis? Membuat kuliah tentang “Semua Bisa Menjadi Pengusaha“? Dan mendorong orang untuk berusaha? Berdagang? Di antaranya, supaya Saudara yang kepengen masuk ke gelanggang ini punya niatan dan visi misi yang relatif sama. Bukan karena egoisitas kepengen kaya dan berkuasa. Dan supaya Saudara meniti jalan mudah yang dibentangkan Allah, yang pilihannya juga begitu banyak dan variatif. Yakni lewat jalan ibadah dan doa. Disebut banyak dan variatif, sebab ibadah itu betul-betul banyak. Ya, sebelum Kuliah Umum ini berkembang menjadi berat, saya pun kepengen mencairkan suasana, dengan kembali mengatakan kepada Saudara-Saudara semua, “Asli. Menjadi pengusaha itu tidak sesulit yang Saudara kira. Miliki keinginan, miliki impian, mendekat ke Allah, dan teruuuuuuuus aja bergerak. Hingga Allah Membimbing, hingga Allah Memberikan Karunia.“ Ada yang malah ga punya keinginan, ga punya impian. Atau katakanlah, tidak menjadi afirmasi, tidak menjadi sesuatu yang dikatakan. Tapi ia mendekat ke Allah, dan terus juga bergerak. Akhirnya ia ada di dalam impian yang diimpikan oleh orang banyak, namun mereka yang satu ini tidak mendekat ke Allah dan tidak bergerak. Dunia Allah terlalu luas bila menjadi pengusaha haruslah terlebih dahulu sekolah tinggi, babak belur ditipu habis-habisan, ancur-ancuran, atau harus punya sederat pengalaman, punya modal, punya mitra bisnis. Ada Jalan Lain. Mudah. Asal mau. Asal yakin. Menjadi “penguasa“ juga demikian. Tidak sesulit yang Saudara kira. Saya punya kawan, atas izin Allah mendawamkan dengan sengaja ayat ke-26 ke-27 Surah Aali ’Imroon. Di tengah pastinya ada yang bakalan berdebat, koq ayat ini dipake buat zikir buat wirid, apalagi ada tendensi tertentu, kawan saya ini mengalir. Posisinya sebagai guru honorer di satu madrasah, membuatnya terdorong, termotivasi, bergairah, membaca sebanyak-banyaknya dan serajin-rajinnya ayat 26-27 Surah Aali ’Imraan ini. Di Indonesia, “sebanyak-banyaknya“ dan “serajin-rajinnya“ ini yang bahasa gampangnya: didawamin bacanya, dijadikan pakaian harian, dijadikan wirid andelan. Di mana tidak akan ditinggal dua ayat ini setelah baca juga zikir-zikir atau wirid-wirid lainnya. Peristiwa yang mengantarkannya menjadi seorang gubernur daerah, sungguh ia tidak mengira. 2-3 tahun sebelum pelantikan, saat itu, ia mendengar CD saya atas izin Allah. Lalu kawan ini kepengen berubah. “Tidaklah salah kepengen berubah, asal keinginan itu disampaikan ke Allah Yang Maha Mengubah, dan berproses menjadi berubah dengan cara-cara Allah.“ Di CD itu, ia menangkap secara gampangnya ayat yang ia yakini secara teks juga demikian artinya. Allah yang bisa mengubah. Ayat ini dibacanya, dan menjadi teman setiap habis shalat. Hingga masa itu datang. Seorang gubernur “incumbent“ memintanya untuk mewakili beliau maju di Pilkada di daerahnya. “Aih... Mimpi apa aku ini...? Diajak nyalonin jadi wakil gubernur...?“ Bermodalkan kurang dari 400rb rupiah, ia kemudian menjadi salah satu gubernur dengan biaya termurah. Maklum, sudah lazim di Indonesia, mahal sekali biaya pencalonan itu. Baik untuk membeli kendaraan politiknya, sampe ke biaya pra kampanye dan kampanye. Bahkan untuk proses pendampingan saksi saja, harus ekstra biaya yang tidak sedikit. Koq gubernur? Bukannya jadi wakil? Ya, awalnya wakil. Gubernur incumbent terpilih lagi, dengan beliau sebagai wakilnya. Tapi musibah datang, ujian datang, untuk gubernur yang didampinginya. Gubernur asli tersebut terkena dugaan kasus, sehingga harus mundur dari jabatannya. Naiklah kemudian wakil ini menggantikan. Sungguh kejadian ini tidak diduga sama sekali. Ia yang buta bagaimana memimpin daerah, tiba-tiba mau tidak mau harus memimpin penuh. Subhaanallaah. Di rumah kediaman gubernur, beliau berkisah, “Akkkuuu, biasa baca doa di sini Ustadz,“ kata kawan saya ini bertutur dengan logat kedaerahannya. “Ga nyangggka, kalau eh, aaakkku sekarang yang tinggal di sini...“ Saudara yang kemudian membaca tulisan ini, diam-diam menaruh keinginan menjadi gubernur juga, he he he. Lalu mendawamkan ayat ini juga. Ayat 26-27 Surah ke-3. Kenapa saya bilang diam-diam? Ya, malu-malu. Diam-diam, malu-malu, takut ada yang mengatakan, wuah, kepengen jadi gubernur ya? Mendawamkan ayat tersebut. Sementara yang lain mengatakan, wuah, jadi murahan ini ayat, jika dimaksudkan untuk wasilah jadi gubernur. Ada lagi kemudian yang mengatakan, jangan kepengen jadi gubernur, neraka! Weh weh weeeeeeeehhh... Saking aja ini Mukaddimah. Kalau engga, udah dibahas deh, he he he. Kalau tidak ada seorang muslimpun yang bermimpi menjadi kepala daerah, kepala negara, jangan salah bila ada “orang lain“ yang memimpika itu, bahkan merencanakannya, dan bergerak. Hingga kemudian kaum muslim dipimpin oleh “orang lain“. Jangan memusuhi keinginan. Jangan memusuhi impian. Bersahabatlah dengan keinginan, bersahabatlah dengan impian. Keinginan saja, impian saja, tanpa ada Allah, tanpa ada amal saleh, tanpa ada ibadah, tanpa ada doa, mereka yang beraliran keyakinan meyakini bisa tercapai. Apalagi yang menyandarkan kepada Allah, mau menuruti Alah, mengikuti seruan Allah, meyakini Allah, dan kemudian sungguh-sungguh berdoa dan bergerak ke arah keinginan dan impiannya itu. Tentu mereka inilah yang lebih berpeluang. Jika punya keinginan, jika punya impian, lalu mendorong Saudara beramal saleh yang hebat, semakin lagi berwarna suasana hati, dan apalagi terpelihara semangat di hati, sebab punya impian, maka itu menjadikan Saudara lebih hidup. Ada anak yang sekolah dengan datar. Ia tidak punya cita-cita kepengen masuk UI. Apalagi keluar negeri. Akan berbeda dengan anak yang sedari awal membidik UI sebagai cita-citanya. Seorang yang kepengen menjadi tentara, dengan yang “kebetulan“ mengalir menjadi tentara, akan berbeda juga barangkali hidupnya. Perjalanan ke depan memang milik Allah. Namun sebagai seorang manusia, saya lebih senang mengatakan, bersahabatlah dengan keinginan, bersahabatlah dengan impian. Jangan biarkan ia menjauh. Asalkan Saudara ajak keinginan itu dan impian itu kepada Yang Merajai Keinginan dan Yang Merajai Impian. Terngiang dialog di atas kereta Sinkansen, kereta super cepatnya Jepang, yang membawa saya dan Ugi, Ketua IPTIJ (Ketuanya para pekerja training Jepang), dari Osaka-Tokyo-Osaka. Saya berbicara dengan Ugi atas izin Allah seputar impian. “Ugi, kalo udah punya hasrat, punya keinginan, punya impian, bikin cantolannya. Usahakan ada aktualisasinya. Ada visualisasinya. Sebagian kawan menolak. Saya mah setuju banget. asal jangan pernah jauh dari Allah. Seorang ayah yang pengen anaknya masuk UI, ajak anaknya maen-maen ke UI. UI itu Universitas Indonesia. Ajak sesekali shalat Jum’at di sana. Sepedaan di sana. Hingga anak bisa punya impian ke sana. Kalo udah begini, udah deket nih. Sambungannya udah ada. Apalagi kalau mau mendoakan anak, dan membawa anak ke Allah. Lalu anak jadi pandai berdoa ke Allah supaya gede nanti kuliah di UI. Beliin kaos berlogo UI dan bertuliskan UI. Belikan topi berlogo UI, bertuliskan UI. Beli stikernya. Tempel di rumah. Teruslah berdoa. Hingga kemudian rektor UI 30-40 tahun ke depan adalah anaknya!“ Begitu saya bertutur kepada Ugi. Dalam kesempatan memberikan motivasi bisnis, motivasi usaha, motivasi menjadi pebisnis, pengusaha, pedagang, kepada para pekerja di Jepang, saya mengatakan, “Bercanda-canda aja dulu dengan keinginan dan impian. Tapi bedakan dengan yang lain. Jangan cuma kepengen, jangan cuma ngimpi. Harus ada tahapan berikutnya. Jadikan keinginan itu, impian itu, ibadah. Sejak awalnya diinginkan, diimpikan, sudah jadi ibadah. Dan jadikan besar itu keinginan dan impian, dengan memperbesarnya bersama Alah.“ Di Osaka, seribuan pekerja yang mulia, berkumpul. Saya berdialog dengan mereka. Salah satu saya panggil ke depan, apa yang Saudara inginkan? Usaha apa yang Suadara bayangkan? Salah satu dari mereka maju dan menjawab, “Saya kepengen punya cucian mobil...“ Saya lalu memotongnya sopan, “Nah... Bagus nih kalo udah punya impian, kepengen, kayak begini. Sekalian aja bawa ke Allah. Supaya jadi ibadah. Dan kalau udah dibawa ke Allah, jangan tanggung-tanggung mintanya. Minta sama Allah supaya bisa punya 100 tempat cucian mobil yang modern.“ Saya bercanda-canda dengan para kansusei Jepang in, apa kemudian “sambungan“ keinginan itu? Apa aktualisasinya?a visualiasisanya? Maen-maen ke tempat cucian mobil. “Saya ga paham cucian mobil di Jepang kayak apa. Tapi kalau di Indonesia saya kebayang...“, begitu kata saya. “Maen dah ke sana. Maen ke satu cucian mobil dan ke cucian mobil lainnya. Usahakan nyambi di sana. Sambil berdoa dari jantungnya keinginan itu, jantungnya impian itu, seperti soalan UI tadi. Sambil nyambi di sana, sambil berdoa. Coba miliki bekas tempat sabun atau shampo mobilnya. He he he, cuci, keringin, jadiin monumen keinginan dan impian. Lalu saat dhuha, saat shalat malam, saat habis shalat fardhu, berdoalah sebagiai kebaikan tambahan doa minta surga dan perlindungan dari neraka, yakni doa supaya bisa punya 100 cucian mobil.“ Inget cucian mobil, saya jadi teringat kawan saya. Dia ini demen banget ngoleksi mobil hummer. Maenan mobil hummer dibelai-belain dibeli. Dan ditaro di tempat yang mudah dilihatnya saat tidur dan bangun. Belasan tahun kemudian, ia yang seorang tukang cuci mobil, kadang merangkap sebagai penambal ban, menjemput saya dengan Hummer asli! Kisahnya sudah ditulis oleh @Anwar_SaniMoza dan masuk ke dalam salah satu bukunya beliau yang berjudul: Donat. Saya tanya lagi yang lain. adalah Adhit, sekjen IPTIJ. Beliau kepengen punya bisnis properti. “Mau bikin apartemen,“ katanya sambil setengah tersenyum meringis. He he he, ada ya tersenyum tapi meringis. Ya, barangkali ia memandang dirinya ga pantas bermimpi punya apartemen. Saya besarkan hatinya. Bisa koq. Mulai aja “memproduksi“ keinginan, memproduksi impian. Dialog, dialog, eh dia menyebut ada orang di kampungnya yang mau jual tanahnya. “1 milyar,“ kata Adhit. Ay ayyyy... Adhit udah berani nyebut 1 milyar. “Tanahnya 1 hektar. Di Jagakarsa, Jaksel.“ Saya tertawa kecil, tapi bukan menertawakan. “Bukan 1 hektar kali Dhit.... Di Jakarta udah susah tanah murah dan besar. Apalagi di Jagakarsa. Walaupun bisa-bisa aja...“ Adhit tersenyum. “Eh eh eh, iya. 1000 meter kali ya... Ga mungkin ya? Iya kali. 1000 meter. Tapi ada. Saya inget. Tetangga saya persis koq. Hanya beda berapa rumah.“ Lihat. Adhit udah memulai perjalanan keinginan, perjalanan impian. Sesaat setelah ia memproduksi impian, keinginan, ia mengingat peluang. Sungguhpun duit ga ada. Seukuran 1 Milyar, namun saya membesarkan hatinya, bahwa pemilik tanah itu adalah Allah. Bawa keinginan itu ke Allah, bawa impian itu ke Allah. Lalu saya menggoretkan tulisan di kertas yang beliau bawa, untuk mengingatkan beliau untuk segera merapat ke Allah, sebagai satu-satunya investor. Dit, tanah 1000 itu mau Adhit apakan? Tanya saya. Saya sengaja ga make, “Kalau tanah itu bisa dimiliki Adhit...?“ Saya ga pake kalau. Langsung aja pake past-tense, seakan-akan tanah itu bener-bener udah kebeli. “Mau saya bangun perumahan...“ Saya sungguh tidak akan menertawakan hingga saya sok jago. Saya ambil BB saya, lalu saya perlihatkan foto apartemen yang saya sedang bangun saat tulisan ini dirilis. “Dit, ini apartemen yang tingginya lebih dari 10 lantai. 4 blok. Ini di tanah 5000 meter. Jadi kalau 1000 meter bisa dibuat apa?“ Adhit jawab, “Iya ya. Bisa dibuat kos-kosan...“ Lihat, Adhit bahkan belom bergeser tempat. Ia belom bergerak. Belom dhuha, merapat ke Allah. Belom shalat malam. Belom berdoa. Belom googling nyari info-info. Belom nambah ilmu dengan beli buku. Belom ikut seminar-seminar dan pelatihan properti. Belom. Baru berpikir, dan masih di tempat! Lompatan udah kelihatan: Ingat ada yang jual tanah, kepikiran bangun perumahan, mengoreksi menjadi kos-kosan bertingkat... Apalagi bila kemudian ia bergerak. Subhaanallaah... Arif, seorang kawannya yang lain, di meja makan Pak Iben, Pak Konjen RI di Jepang bilang, “Saya mau usaha sawit. Saya mau ngumpulin gambar sawit,“ katanya mantab. Pajangan di rumahnya mau diganti. Kebun sawit. “Saya mau ngafal Qur’an ah. Biar impian saya diurus Allah...“ Jleb...!!! Manteb... Manteb.... Sampe bagian Arif ini mengingatkan saya, kalau ini baru Kuliah Umum...!!! Jangan panjang-panjang, he he he.

KULIAH UMUM CARA MUDAH JADI PENGUSAHA

Saya ulangi di dalam Kuliah Umum ini, bahwa semua prinsip untuk kemudahan dunia, sama. Termasuk sukses menjadi pengusaha, dan sukses menjadi pengusaha yang sukses. Yakni prinsip tauhid, iman, dan keyakinan. Prinsip ibadah dan doa. Percaya sama Kekuatan Allah, dan menyiapkan diri sebaik-baiknya dengan terus menerus berada di dekat Allah, dalam ibadah, doa, dan ikhtiar yang juga terus menerus bersama-Nya. Jika mereka yang tidak punya Allah, bahkan tidak bertuhan, diberi kesempatan menjadi pengusaha, dan pemimpin, maka saya sungguh kepengen semakin percaya, apalagi jika kita bertuhan Allah, dan memakai betul Allah sebagai kekuatan yang memimpin dan menggerakkan. Apalagi menjadi pengusaha dan pemimpin tidak sesulit yang Saudara kira. Hanya ada yang mengerti, ada yang tidak mengerti. Ada juga yang secara tidak sengaja meniti jalan ini, lalu jadi, ada yang secara sengaja meniti jalan ini, lalu bertambah-tambah jadinya. Ada yang siap, dan menyiapkan dirinya, ada juga yang tidak siap lalu akhirnya mau ga mau menjadi siap. Ada yang dipilih, ada pula yang secara natural kemudian mengemuka. Dan saya mencoba dengan izin Allah menyingkapnya seserpih dua serpih, sedikit dua dikit, hingga ia menjadi sebuah tuntutan step by step yang bisa diikuti. Muhammad al Faatih, seorang penakluk Konstantinopel, adalah seorang yang memang siap secara dirinya, dan disiapkan oleh ayahnya, Sultan Mehmed II. Hingga pada umur 19 tahun ia diangkat begitu belia menjadi Sultan, dan umur 23 menaklukkan Konstatinopel. ’Umar bin ’Abdul ’Aziz, putra ’Abdul ’Aziz, dipersiapkan betul juga oleh ayahnya, untuk menjadi pempimpin masa datang. Baik Muhammad al Faatih, maupun ’Umar bin ’Abdul ’Aziz, tidak dipersiapkan dengan ambisius. Tapi dipersiapkan dengan semangat ilahiyah. Pernah pada suatu hari, ’Abdul ’Aziz, ayah dari ’Umar yang kelak menjadi salah satu khalifah besar pada masanya, mencukur kepala ’Umar sampe botak, sebab ketinggalan shalat. Hal serupa dilakukan Sultan Mehmed II kepada Muhammad al Faatih, anaknya, dengan sentuhan yang serupa tapi tak sama. Muhammad al Faatih dididik dengan pendidikan al Qur’an, as Sunnah, agama, bahasa, dan militer, hingga kemudian ia siap lebih cepat dari masa seharusnya seorang pemimpin. Bagaimana juga seorang ’Umar bin Khattab menyiapkan seorang gubernur mesir yang peduli dan sayang juga kepada keluarganya. Dikisahkan salah satu kandidat gubernur menghadap ’Umar bin Khattab dengan membawa anaknya. Lalu Khalifah ’Umar mencium anak itu dengan kasih sayang. Ayah anak ini, kandidat gubernur, berkata, “Saya tidak pernah mencium anak saya sebagaimana engkau mencium wahai Khalifah...“. Mendengar perkataan kandidat gubernur ini, dikisahkan oleh sejarah, bahwa ’Umar menunda pengangkatan itu, dan sebagian yang lain mengatakan, dibatalkan. Apa kata Khalifah ’Umar, “Bagaimana mungkin seorang yang akan memimpin satu negeri lalu tidak berlaku lembut kepada anaknya?“ Aroma penyiapan itu makin terlihat manakala Rasul membimbing langsung para sahabatnya, mulai dari sahabat Khulafa-ur Rasyidiin, hingga sahabat tabi’ien, dan beberapa generasi setelahnya. Membimbing bukan hanya barisan petempur. Tapi barisan pemimpin dan juga pengusaha. Sekeliling Rasul kemudian menjadi orang-orang hebat yang melekat Qur’an dan warisan akhklak kenabian, dan juga menjadi pemimpin, penguasa, dan pegusaha dan pedagang hebat pada masanya. Sekurang-kurangnya sejarah mencatat ada Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasul yang menginspiratif dunia usaha. Saat beliau ikut hijrah bersama Rasul, Abdurrahman bin Auf pamit ke pasar. Dan kemudian beliau menguasai pasar Madinah sebagai permulaan setelah hijrahnya. Abdurrahman bin Auf menjadi penguasa dan pengusaha besar pada zamannya. Ga tanggung-tanggung, sahabat-sahabat senior, yang disebut Khulafaur-Rasyidiin, yakni Abu Bakar, ’Umar bin Khattabb, ’Ustman bin ’Affan, dan sahabat yang dikenal bersahaja, ’Ali bin Abi Thalib, pun semuanya penguasa yang adil, pemberani, disegani dan ditakuti, dan sekaligus sebagai pengusaha, yang menambah deret kemuliaan dan kehormatan diri baik di mata manusia apalagi di mata Allah. Properti Khaibar milik ’Umar bin Khattab, bukan maen besarnya, 70 ribu properti dikisahkan dimiliki ’Umar yang semuanya dipakai untuk menunjang dakwah dan perjuangannya. Kisah heroik ’Ustman sebagai pedagang pun menginspirasi seorang Yusuf Mansur ber-Quantum di urusan keuntungan usaha dan bisnisnya. Manakala dagangan ’Ustman distop oleh kafilah arab, hendak dibayari 2x lipat, ’Ustman ga mau. Dibayari 10x lipat oleh kafilah berikutnya, hingga 20x lipat oleh kafilah berikutnya, ’Ustman tetap menolak. “Ada yang membeli 700x lipat.“ ’Ustman disebut gila. Siapa yang bisa beli sampe 700x lipat. Ga ada. Kalaupun ada, berapa mau dijual? Dan siapa yang bisa beli? ’Ustman menjawab, ada. DIA lah Allah. Allah yang membeli dagangannya ’Ustman, hingga 700x lipat atau bahkan lebih. Sebagai janji bagi sesiapa yang mau bersedekah di Jalan Allah. Subhaanallaah... Cetak biru sejarah, dan tintas emas sejarah ini terlalu dini saya kupas di Mukaddimah ini. Biarlah ia menjadi sesuatu yang ringan, sesuai dengan apa yang ingin dikupas di rangkaian-rangkaian tulisan ini. Insya Allah tidak akan berkernyit mengikuti pembelajaran demi pembelajaran, namun dengan semangat yang mudah-mudahan “tidak sekedar“ menjadi pengusaha dan pemimpin yang ecek-ecek. Insya Allah. Dengan kesungguhan kita semua, maka kalimat Kun Fayakuun akan berlaku juga untuk kita. Sebuah kalimat yang menandakan juga adanya proses dan keterlibatan kita semua dalam “Keputusan Takdir“ Allah.

Enterprenurship; Bisnis, usaha, dagang. Dan Leadership: Kepemimpinan, baik kepemimpinan di dunia usaha

Saudara-saudaraku yang saya cintai karena Allah. Tahun 2012 adalah tahun di mana saya alhamdulillah membuka 2 sekolah baru. Sekolah Bisnis, dan Sekolah Kepemimpinan. Enterprenurship; Bisnis, usaha, dagang. Dan Leadership: Kepemimpinan, baik kepemimpinan di dunia usaha itu sendiri, atau bicara spektrum yang lebih luas lagi, kepemimpinan bangsa, kepemimpinan nasional, dan kepemimpinan global. Enterpreneurship dan leadership, adalah dua yang harus dipersiapkan sungguh-sungguh. Dilahirkan. Jangan sampe tercipta karena kebetulan belaka, atau bahkan warisan, tanpa peduli kualitas dan akhlaknya. Seperasaan saya, dilihat dari dokumentasi perjalanan saya, dari 1994, saya menaruh perhatian kepada dunia usaha dan kepemimpinan. Dari mulai yang sekecil-kecilnya, hingga ia kemudian berproses hingga sekarang ini. Semakin tahun, semakin tertarik. Semakin kepengen terlibat dan melibatkan diri. Semakin kepengen menceburkan diri. Bukan egoisitas kepengen menjadi pengusaha, dan pemimpin, insya Allah. Tapi lebih kepada kepengen ikutan menyiapkan moralnya, menyiapkan visi misinya, membantu mewujudkan impian banyak orang yang bercita-cita menjadi pengusaha dan pemimpin, dalam keadaan Allah ridha kepadanya. Secara meyakinkan saya berdoa di hadapan Allah, di depan Ka’bah-Nya, hampir di tiap kali perjalanan umrah. Agar saya diberi kekuatan mendampingi negeri saya, untuk ikut melahirkan dan mewarnai dunia usaha dan dunia kepemimpinan; baik nasional maupun global (internasional). Tahapan perjalanan setapak demi setapak dimulai. Harus ada yang punya impian, mencetak pengusaha berkaliber internasional, dengan reputasi dan network internasional, sementara ia adalah seorang penghafal al Qur’an yang santun, meneduhkan, namun disegani. Ya. Harus ada yang punya impian, mencetak pemimpin yang berkaliber dunia, sementara ia adalah seorang penghafal Qur’an yang memimpin dunia dengan al Qur’an. Subhaanallaah. Dan saya kepengen menjadi salah satu yang memiliki impian itu. Saya yakin saya tidak sendirian. Untuk menuju jalan itu, seluruh gagasan, ide, dan menuju implementasi, membuat sekolah bisnis dan sekolah kepemimpinan, adalah sebuah keniscayaan. Sekarang saja, dengan bendera Daarul Qur’an, yang menyasar ke program pendidikan formal SD, SMP, SMA, saya dan kawan-kawan berhasrat sangat memberi kontribusi kepada dunia pendidikan tinggi, output SMA yang berkualitas dengan akhlak yang mulia, dan al Qur’an di hati, dada, dan pikirannya. Keinginan untuk menyumbang kepada dunia usaha, anak-anak yang kelak menjadi pengusaha dan pemimpin yang tidak doyan sama korupsi, ga doyan sama harta haram, ga doyan sama perilaku maksiat, sebab al Qur’an melekat di dirinya, begitu menggelora. Hingga ia menjadi doa dan ajakan bersama ke seantero negeri dan muslim dunia, agar ia betul-betul menjadi terwujud. Rangkaian perkuliahan ini, rangkaian tulisan di tangan Saudara, adalah tulisan yang punya cita-cita tinggi itu, dengan tidak melupakan pembahasan yang membumi dan bisa dijalankan. Insya Allah, dengan izin-Nya.

JADI PENGUSAHA TIDAK LAH SULIT

Jadi pengusaha tidak sesulit yang kita kira. Sungguh ia menjadi mudah buat mereka yang meyakini ini mudah, dan semakin mudah buat mereka yang yakin Allah itu Maha Memudahkan. Mereka yang bermodalkan yakin saja, bisa menjadi pengusaha. Maka seorang mukmin, sejak yakin dan bergeraknya, belom lagi sampe menjadi pengusaha, ia sudah menjadi ibadah.. Mau jadi pengusaha? Tulis aja sepotong kalimat di selembar kertas. Kalo bisa dengan tulisan tangan yang menulis dengan hati yang sungguh-sungguh: Saya mau jadi pengusaha. Lalu bingkai itu tulisan. Letakkan di dinding impian. Dinding yang bisa mudah dilihat oleh Saudara. Lalu jalanilah kehidupan sebagaimana biasa. Api kepengen jadi pengusaha itu, jangan pernah dipadamkan. Keinginan dan impian jadi pengusaha, jangan dihilangkan sementara Saudara menjalani kehidupan ini. Pelihara di dalam hati dan pikiran. Setiap mau berangkat kerja, tengok itu tulisan. Baca. Setiap pulang dari kerjaan, tengok. Baca. Setelah jalan beberapa bulan, beberapa tahun, tengok itu tulisan. Insya Allah dah. Insya Allah tuh tulisan ga berubah, he he he. (-) Yaaaaaahhh... Kirain beneran... (+) Iya. Tulisannya ga berubah. Tetep itu bunyinya. Dengan tulisan yang sama pula. Seperti beberapa bulan atau tahun yang lalu. Tapi Situnya yang berubah. Situ sudah jadi pengusaha beneran. Berangkat dari usaha kecil-kecilan, hingga jadi pengusaha besar. Dan lihatlah. Di proses yang saya paparkan di awal ini, tanpa menyebut asma Allah. Ya, tanpa menyebut ibadah dan doa. Asal punya keyakinan, dan semangat, lalu punya pikiran bener-bener akan jadi pengusaha, maka bener-bener akan jadi pengusaha. Kalimat ini digaris tebal oleh mereka-mereka yang beraliran positif, beraliran keyakinan, yang bahkan kadang menuhankan dirinya sendiri dan alam. Kalimat yang kelihatannya tidak bermasalah, namun sesungguhnya bermasalah secara tauhid, dipegang sebagai satu kebenaran: Saudara hanya perlu percaya, perlu yakin, bahwa Saudara akan mencapai apa yang Saudara inginkan, impikan, lalu alam ini secara ajaib akan mengaturnya. Ini kan ga bener. Diri sendiri ga bisa ngatur apa-apa. Alam ini juga ga bisa ngatur apa-apa. Yang bisa mengatur itu adalah Allah. Allah yang bisa mengatur segala-galanya. Termasuk Allah lah yang bisa mewujudkan keinginan dan impian seseorang untuk bisa jadi pengusaha. Bukan dirinya sendiri dan alam. Namun saya tidak mau mencederai dulu keyakinan yang positif ini. Kita beri warna saja dengan warna ilahiyah. Ketuhanan. Keyakinannya tetap kayak begitu, hanya sandarkan pada Allah. Lalu beri bobot ibadah. Beri nilai ibadah. Sehingga sejak dari awal sudah dihitung sebagai ibadah, dan tidak jatuh kepada kemusyrikan. Hal-hal sederhana, misalkan dengan mengubah kalimatnya menjadi: “Bantu saya ya Allah, supaya saya bisa jadi pengusaha“. Ini udah akan berbeda. Atau dengan nada yang berikut: “Insya Allah saya yakin saya bisa jadi pengusaha“. Aman. Ada insya Allah nya, he he. Segini saja untuk permulaan cukup. Apalagi kemudian tidak hanya mandangin ini tulisan saat pergi dan pulang bekerja. Tapi membawanya ke atas sajadah. Dibawa shalat, dibawa dalam doa. Insya Allah ini yang saya sebut, sejak awalnya perjalanan menjadi pengusaha, perjalanan ini udah jadi ibadah, dan bahkan penuh dengan muatan ibadah. Bayangkan ya, orang yang kerjaannya menyempatkan memandangi tulisan ini saban hari, dengan mereka yang dhuha saban hari. Kekuatannya tentu berbeda. Perhatikan ini... Buat tulisan impian Anda. Tempel di dinding impian Anda. Lalu liat tiap hari, baca tiap hari. Bandingkan... Buat tulisan impian Anda. Pake bismillah nulisnya. Tempel di dinding impian Anda. Lalu bawa shalat dhuha tiap pagi, shalat malam tiap malam, dan jadikan doa setiap saat. Terasa bedanya. Mudah-mudahan sampainya kita kepada apa yang kita inginkan, impikan, tidak membawa kita kemudian lalai sama Allah. Semakin bersyukur dan tidak besar kepala. Sebab itu, di serial “Semua Bisa Jadi Pengusaha“ di Wisatahati ANTV, saya pun menyebut modal yang dimiliki oleh semua orang adalah doa. Doa dimiliki mereka yang kaya, dan doa dimiliki mereka yang miskin. Doa kemudian bisa dimiliki oleh mereka yang berilmu, berpengalaman, juga bisa dimiliki oleh mereka yang tidak berilmu dan tidak berpengalaman. Doa bisa dimiliki oleh mereka yang punya modal, dan doa bisa dimiliki oleh mereka yang tidak bermodal. Doa jauh melebihi “mantra ajaib“ berupa keyakinan pada diri sendiri dan alam, dan pikiran positif, yang juga dimungkinkan dimiliki oleh semua orang. Dengan doa, terbuka pintu semua orang untuk menjadi pengusaha. Kiranya, kuliah umum ini saja insya Allah sudah cukup untuk membuat semua orang bisa jadi pengusaha, andai bener-bener mau langsung ngetrack berdoa, tanpa putus, tanpa jeda, tanpa henti, tanpa lelah, tanpa buruk sangka sama Allah. 5x sehari shalat fardhu, maka setelahnya 5x pula dalam sehari melakukan afirmasi yang paling positif: Doa. Ditambah selepas dhuha dan tahajjud, dilakukan dalam jangka waktu yang cukup untuk dikatakan sebagai “terus menerus“, misalnya 40 hari, 100 hari, setahun, dua tahun, maka keajaiban itu datangnya bukan keajaiban biasa. Tapi keajaiban dari Allah. Jalan itu datangnya bukan jalan biasa. Tapi jalan dari Allah. Subhaanallaah laa hawla walaa quwwata illaa billaahil ’aliyyil ’adzhiim. Nanti setelah kekabul, ya terus berdoa. Kan usaha juga omsetnya pengen naik terus, pengen lebih banyak lagi usaha baru, pengen selamat. Jangan lupa berdoa supaya usaha yang dilakukan membawa kepada ridha Allah dan surga-Nya. Seraya minta dibimbing agar bisa membimbing staff-staff dan karyawan karyawati semuanya bisa masuk surga. Asyik. Jalan usaha jadi jalan masuk surga, dan jadi jalan orang lain buat masuk surga dengan wasilah kita. Subhaanallaah.

SEMUA BISA JADI PENGUSAHA

SEMUA BISA JADI PENGUSAHA by Ustadz Yusuf Mansur - Friday, 28 September 2012, 16:34 Prinsip dasar u/ semua kemudahan, sama. Prinsip tauhid, iman, dan keyakinan. Prinsip ibadah dan doa. (+) Belajar jadi pengusaha lewat seorang Ustadz? Emangnya Yusuf Mansur seorang pengusaha? Koq belajar lewat Ustadz ya? Belajar bisnis lewat Ustadz? (-) He he he, saya pun tersenyum sendiri. Iya juga. Kenapa belajar sama saya? Saya yang dikenal sebagai Ustadz, ngajar orang supaya jadi pengusaha? Supaya bisnis? Supaya dagang? (+) Mudah-mudahan sedang tidak salah belajar! (-) Insya Allah tidak salah belajar. (+) PD ya? He he. Iya juga sih. Apa saja yang bisa membawa kita bermanfaat, bisa dijadikan ibadah, ya itu kan wilayah Ustadz juga ya... Termasuk dunia usaha. Menjadi pengusaha, supaya bisa menebar banyak manfaat, mengarahkan supaya bisa jadi jalan ke surga, tidak malah kejeblos ke neraka, ke kesusahan dunia akhirat, dan mengingatkan pengusaha untuk tidak meninggalkan shalat, mengeluarkan sedekah, tidak berbuat haram dan maksiat. (-) Ya, kira-kira begitu lah. (+) Berarti ya ga perlu melihat Ustadz sebagai pengusaha ya? Maksudnya, meskipun Ustadz bukan pengusaha, bukan pebisnis, ya ga apa-apa belajar sama Ustadz ya? Supaya sakses tapi selamat dunia akhirat. Gitu kan? (-) He he he, emangnya saya bukan pengusaha juga ya? Tampang pengusaha pegimana sih? Kudu keren? Saya kurang keren ya? Ha ha ha. Engga kan? Jadi pengusaha ya ga mesti petantang petenteng. Ga mesti punya kartu nama, lalu bertuliskan di bawah namanya: BusinessCentre. (+) Koq BusinessCentre? Kayak di hotel aja, ada ruangan BusinessCentre nya? BusinessMan kali, he he he. (-) He he, betul. Itu saking banyaknya bisnis, dia jadi pusat bisnis (BusinessCentre). Salah tulis kartu nama, tapi pesannya “sampe“. Pusat segala bisnis, he he he. Ga penting bahasa inggris betul. Yang penting pede, ha ha ha. (+) Ya penting juga kali. Pengusaha yang “WorldClass“. Tapi itu betul. Jadi pengusaha ga penting nama terukir. Yang penting manfaat. Jadi, Ustadz pengusaha juga nih? (-) Saya ikutan belajar dengan ngajar. Termasuk ketika ngajar semua orang bisa jadi pengusaha, saya ikutan belajar supaya bisa jadi pengusaha. (+) Wuah, berarti beloman jadi pengusaha dong? Pelajaran apa yang bisa dipetik? Sementara Ustadz sendiri belom jadi pengusaha? (-) Ngajar tentang kematian, kan saya juga belom mati? Dulu ketika saya menulis Cara Gampang Bayar Hutang, hutang saya juga beloman lunas. (+) Sekarang udah lunas? (-) Udah nambah lagi nih hutangnya, ha ha ha. Iya, alhamdulillaah, sudah. Saya ketika ngajar tentang hutang, ya bilang, bahwa insya Allah saya pun sama-sama belom lunas niy. Kita bareng-bareng membuktikan bahwa insya Allah hutang kita bisa lunas, dengan segera. Jalan bayar hutang jadi jalan ibadah. Jalan bayar hutang, jadi jalan menuju kepada keyakinan kepada Allah Yang Maha Kaya, dan seterusnya. Tentang jadi pengusaha, bahkan, kalo saya yang ngajar, insya Allah jadi mudah. Prinsipnya sama koq dalam cara bayar hutang, cara berburu jodoh, cara punya anak keturunan, cara punya rumah, cara punya kendaraan, cara bisa pergi haji dan umrah. Sama prinsip dasarnya. (+) Mudah? (-) Iya. Mudah. (+) Ah, mudah, atau ngegampangin? Atau memudahkan? Kalo denger Yusuf Mansur ceramah, atau baca tulisannya, koq ya kelihatannya mudah terus, gampang terus? (-) Bener. Mudah. Emang bener-bener mudah. Kitanya aja yang mempersulit. Dan ngegampangin itu beda loh sama mempermudah atau memudahkan. Ngegampangin itu kesannya ngentengin sesuatu. Ngentengin orang. Memandang remeh. Kalo memudahkan, ya berusaha membuat mudah sesuatu. Termasuk membuat mudah orang untuk menjadi pengusaha, pedagang, pebisnis. (+) Ya udah, ngajar dulu sana. Maaf udah mengganggu ya... (-) Ga apa-apa. Ini baru mukaddimah. Seneng saya malah ditanya. Doakan saya. Supaya saya juga bisa jadi pengusaha. Yang saleh, yang memiliki keluarga dan keluarga perusahaan yang saleh, yang bisa bayar pajak, he he he, yang bisa berkontribusi buat negara dan bangsa. Bisa membantu Allah dan Rasul-Nya dengan berdakwah lewat jalan usaha, bisnis dan perdagangan. Islam aja dulu masuk ke Indonesia salah satunya lewat jalur perdagangan. Doain supaya saya dan pesantren, bisa usaha, yang dengan izin Allah bisa mandiri, tidak tergantung sama orang, tidak bergantung sama donatur dan bayaran santri. Bayaran santri kalo ada, jadi bisa buat kemakmuran dan kejayaan pesantren sendiri. Bukan kejayaan pewakaf, pengurus dan pengelola. Sebab kejayaannya diperoleh lewat jalan usaha. Bisa membawa keluarga dan keluarga besar perusahaan terus mengingat Allah, rajin dhuha, shalat berjamaah, tahajjud, ngedorong mereka untuk ngafal Qur’an 1 hari 1 ayat, 1 hari 1 lembar, bisa jadiin perusahaan kayak sekolah, madrasah, pesantren, tempat nuntut ilmu, di mana karyawan dan karyawatinya, serta seluruh yang ngikut bisa difasilitasin ngaji, belajar, nuntut ilmu selama jadi karyawan karyawati saya. (+) Doain yang lain juga dong... (-) Iya. Didoakan dengan doa yang lebih dari doa tadi. Supaya juga bisa berbisnis yang halal, tapi bisa tetap jalanin mega usaha, berkah, penuh ridha Allah. Jauh dari maksiat, dekatnya sama ibadah. Dan supaya bisa terjalin ukhuwah antar pengusaha lebih hebat lagi. Ukhuwah islamiyah, ukhuwah syiar dan dakwah. Makin banyak pengusaha yang saleh salehah di negeri ini, makin bagus buat negeri ini. Aamiin. (+) Yang masih jadi pekerja ga didoain nih? (-) Iya. Didoain juga. Bahkan di rangkaian tulisan ini, banyak juga mengingatkan pekerja tentang keutamaan dirinya, hingga tidak merasa rendah dibanding pengusaha. Bahkan memiliki kehormatan dan kemuliaan dengan posisinya sebagai pekerja. Didoakan supaya walo jadi pekerja, banyak kemudahan hidup seperti pengusaha, melebihi yang punya usaha, he he he. Soal rizki, bukan soal jadi pekerja atau pengusaha. Insya Allah ini juga dibahas. Aamiin. (+) Ok. Ngajar dulu sana. (-) Siap. Bismillaah...

Jumat, 17 Juni 2011

10 TIPS SUKSES BISNIS ONLINE

10 TIPS SUKSES BISNIS ONLINE

1. Punya Tujuan. Setiap pebisnis online selalu punya tujuan dalam menjalankan bisnis onlinenya. Dalam menetapkan tujuan bisnis, pastikan tujuan tersebut sangat mungkin dicapai, memang sangat anda inginkan dan mampu membuat anda selalu bergerak untuk ACTION.
2. Riset Pasar. Memulai bisnis online sesuai minat merupakan hal yang baik. Dan akan lebih baik jika sebelumnya diikuti dengan riset. Melakukan riset pasar adalah cara untuk mengendus seberapa baik potensi pasar.
3. Bertahap. Menjalankan bisnis online bukan kerja semalam. Namun merupakan kerja yang membutuhkan konsistensi dan dilakukan secara terus menerus. Pebisnis online selalu punya langkah lanjutan untuk membuat bisnis onlinenya lebih sukses.
4. Fokus. Jangan mudah berpindah arah. Tetap fokus dengan bisnis online anda. Ada banyak “godaan” di bisnis online, dan di sini FOKUS anda diuji. Bagaimana tips untuk fokus?
Taruh tujuan anda berbisnis online satu inchi di depan mata anda. Sehingga anda tak punya pandangan lain kecuali mencapainya dengan bisnis online yang sudah anda jalankan.
5. Perluas jaringan. Teman, kawan dan jaringan merupakan kepanjangan tangan dari pengaturan rejeki yang sudah diatur oleh Tuhan. Makin banyak jaringan anda, makin banyak pintu rejeki akan mengalir pada anda.
6. Marketing. Marketing atau pemasaran adalah penggerak dari segala jenis bisnis di dunia ini, termasuk di bisnis online. Kalau anda tahu marketing, dijamin bisnis online anda tak bakal gulung tikar.
7. Kelola Resiko. Resiko selalu ada dimanapun dan apapun, tak terkecuali di bisnis online. Bagi saya bukan soal resikonya yang penting, tapi bagaimana cara anda memandang resiko itu.
8. Jangan Mudah Bosan. Mungkin ada saatnya anda mengalami kebosanan saat harus menjalankan ini-itu agar bisnis online anda tetap berjalan. Bosan merupakan sifat yang sangat manusiawi. Namun untuk berhasil anda harus bisa mengalahkan sifat mudah bosan. Konsistensi merupakan akar dari keberhasilan.
Mengambil liburan ada baiknya juga anda lakukan jika kebosanan mulai melanda. Bisa juga dengan mencari orang untuk mengerjakan hal-hal yang membuat anda bosan itu.
9. Jangan Mudah Menyerah. Kalau hasil yang anda dapatkan sampai hari ini belum begitu memuaskan, jangan mudah menyerah. Tetap jalankan bisnis online anda sambil terus lakukan evaluasi dan perbaikan.
10. Jangan Menunggu. Tak ada perubahan tanpa ACTION. Jangan pernah berharap perubahan akan terjadi dalam hidup jika hanya menunggu. Bisnis online harus ACTION. Contoh Sukses lihat berita "Menari diatas bantal uang"

Cari disini data yang anda butuhkan?