Jumat, 03 Januari 2014

KIAT MENJADI PENGUSAHA SEKALIGUS PEMIMPIN

Tapi tanggung ya... He he he. Saya terusin aja dikit lagi. Nanti omongan Arif di atas ini ada sambungannya di akhir Mukaddimah yang menjadi benang merah visi misi, dan goals yang saya dan kita seharusnya pengenin. Insya Allah amin. Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah. Mulai tahun 2010-an hingga tulisan ini digelar menjadi Kuliah Berseri di KuliahOnline, saya kian tertarik membahas dunia usaha, dunia dagang, sekaligus dunia kerja profesional. Dan sebagaiman saya jelaskan di atas, di tahun 2010-an ke atas, saya rasa saya pun mulai bergairah, he he he, bicara tentang Indonesia dan Kepemimpinan. Serial Wisatahati di ANTV di tahun 2012 pun kemudian merilis judul-judul yang terkait dengan dunia usaha dan dunia kepemimpinan. Kadang ga tanggung-tanggung, sekali rilis bisa 40-an seri. Alias berminggu-minggu di antv bicara tentang dunia usaha dan kepemimpinan. Pada pembahasannya, seringan-ringannya saya kemukakan bahwa menjadi pengusaha dan pemimpin itu mudah. Saya ulang-ulang kalimat ini di berbagai kesempatan, supaya betul-betul tidak ada rasa berat dan ketakutan meniti dua jalan ini. Ada yang menjadi pengusaha mini market dan kontrakan ruko dengan modal ngebiasain baca Surah al Waaqi’ah. Koq bisa tahu? Bisa yakin? Ya, sebab kisah ini emang dimulai dengan pertemuan dengan seorang anak muda tukang tambal ban. 2008 ketemu Yusuf Mansur. Yusuf Mansur nanya, berapa penghasilan sebulan? Dijawab, “Harian. Sehari 15rb.“ Lalu dikasih amalan supaya banyak rizki. Jangan tinggal surah al Waaqi’ah. Sehari sekali mah kudu dibaca. Bagus 2x, jadi lebih banyak. Baca dah pagi sore. Orang ini ngamalin. Setahun berikutnya mengundang Yusuf Mansur untuk meresmikan minimarket waralaba yang dibukanya. Kisahpun berguir. Ada yang menjadi pengusaha kemiri (bumbu dapur), dengan modal 4 surah; ar Rohmaan, al Waaqi’ah, Yaasiin, al Mulk. Lalu kemana-kemana menginspirasi orang untuk jangan meninggalkan 4 surah ini sehari-sehari. Dipakai bahasa jangan meninggalkan, untuk menunjukkan masih perlu baca yang lainnya. Usianya sudah 50-an tahun. Hutang banyak. Yusuf Mansur lalu dilihatnya campaign Indonesia Menghafal. Sebagai permulaan, dawamin 4 surah ini. Supaya lama-lama hafal. Atau sengaja saja hafal. Dan kemudian Yusuf Mansur dilihat dan didengarnya mengungkapkan kisah-kisah di balik orang yang menghafal dan mendawamkannya. Hingga kemudian ibu ini mendapat tamu yang memintanya menjadi supplier kemiri, padahal dia ga ada track record sebagai pengusaha! Ga tau juga gimana carinya, dan seperti apa. Tapi sama orang ini diajari. “Saya sekarang udah ga ngirim lewat kurir lagi, Ustadz. Tapi sewa pesawat kargo sendiri,“ katanya di bandara Gorontalo, tanggal 1 Januari 2010. Subhaanallaah, beliau menceritakan prosesnya yang menurutnya relatif cepat, 4 bulan. “Saya ga membayangkan sebelomnya. Saya cuma kepengen lunas hutang. Supaya di hari tua ini saya tenang. Saya yakin, dengan membaca Surah-surah yang diajarkan Ustadz, pasti ada Kebaikan Allah..“ Yang ga senang, ya tetap aja ga senang. Ga apa-apa. Seruan lisan, atau pun tulisan, tidak hendak memaksa Saudara setuju, atau memaksa Saudara membaca ini dan itu. Yang khawatir akan jatuh kepada “baca Qur’an hanya Waaqi’ah dan atau 4 surah saja“, saya katakan, bahwa “Subhaanallaah, hanya baca ini saja sudah masya Allah. Apalagi beliau beliaunya ini baca yang lain. Masya Allah tentu lebih meningkat lagi.“ Dan Saudara-saudaraku yang disayang Allah. Tukang tambal yang mendawamkan al Waaqi’ah, dan si ibu yang mendawamkan 4 surah; ar Rohmaan, al Waaqi’ah, Yaasiin, dan al Mulk, dua-duanya sama-sama ga ngerti loh apa yang dibaca! Saya agak berbeda dengan yang lain. Yang lain mengatakan, “Jangan hanya baca. Ga ada pengaruhnya! Baca juga terjemahannya.“, maka saya berbeda. “Lihatlah. Ga ngerti aja demikian berpengaruhnya. Apalagi ngerti. Tetap mendorong untuk memahami, membaca terjemahannya, mempelajari dan belajar tafsirnya, hukum-hukumnya.“ Karena al Qur’an emang beda. Ia bukan bacaan biasa yang tak berpahala. Ia adalah al Qur’an. Kalamullaah. Yang kalau dibaca maka setiap hurufnya mengandung 10 sampe 700 kebaikan. Subhaanallaah. Wallaahu a’lam. Menjadi pengusaha dengan cara Allah, sungguh mudah dan jalannya menyenangkan. Dari awal tracknya jadi track ibadah yang tidak berliku. Kalaupun timbul liku-ilku, Allah akan menemani. Masya Allah. Kalau jadi pengusaha dengan cara di luar Allah, maka jalannya sudah pasti jadi bukan cara ibadah. Dan ini menjadi jalan biasa saja. Tidak istimewa. Ada yang menjadi pengusaha global, dengan dhuha sebagai pintunya di saat krisis ’97-’98. Namun saat membuka pintu dhuha ini langsung digeber, 8 rokaat saban hari. Hingga kemudian Allah memuliakannya dengan memberikan kunci-kunci kekayaan dunia. Dan pastinya negeri akhirat tetap diberikan Allah. Allah terlalu kaya untuk tetap membagi Janji-Nya di akhirat sana. Ada yang menjadi pengusaha dengan shalat malam sejak SMP nya. Lalu kemudian tumbuh menjadi pengusaha worldclass yang rapar kemaren bisa di London, lalu besok lusanya bisa Hongkong. Sementara ketika perjalanan luar negeri, bukan hanya tidak menoleh ke tempat maksiat, tapi sajadah tahajjud pun tetap tidak ditinggal. Subhaanallaah. Ada seorang yang bersedekah separuh dari 40-an ruko yang dimilikinya di salah satu kota besar di tanah air. Dan memimpin pembangunan masjid dan pesantren sebagai salah satu obsesi barunya, bukan saja kepengen buka cabang baru lagi dan lagi. Sementara ketika Yusuf Mansur bertemu dengan ayahnya si pengusaha muda ini, ayahnya bercerita, anaknya sejak kecil sangat menyukai azan. Kalau ada yang lain, azan mendahuluinya, ia suka menangis. Dan itu tanda sejak kecil anak ini sudah ada di barisan shalat berjamaah. Masya Allah. Ada orang yang kemudian tumbuh menjadi seorang pengusaha, dengan berbekal sedekah. Hingga ia bertutur, ia percaya kekuatan sedekah. Meski berkali-kali sedekah itu belom menampakan hasilnya, bahkan hingga bertahun-tahun, namun ia optimis. Toh yang disebut bertahun-tahun katanya, ya baru 6 tahunan, he he he. Bukan berabad-abad. Yang satu ini malah dulunya supir saya pribadi. Ia bilang, saya tidak mau digaji. Pengen sedekah dengan cara nyetirin saya. Dan katanya, ga mau lama-lama nyetirin ustadz. Kepengen jadi pengusaha, he he he. Asli, secara verbal diungkapkan dalam perjalanan Jkt-Bandung-Jkt, sambil terkekeh-kekeh. Sementara yang lain minta dibayar, atau berharap dibayar, ia tegas mengatakan kepengen bersedekah dengan cara menyetiri ustadz. Mantab! Sering-sering aja dapat supir yang begini, he he he. Supir saya ini kemudian memang pamit. Berpisah. Hingga satu masa, di tempat yang jauh sangat dari Jakarta, kalaulah tidak pake pesawat, yakni di Sumsel, keberuntungan itu diberi Allah juga. Sekedar catatan, saya suka tidak nyaman menyebut keberuntungan sebagai sesuatu kekayaan belaka. Namun kata-kata ini “terpaksa“ saya pakai juga untuk menunjukkan satu perubahan. Saya lebih senang aslinya menyebut, bahwa mereka yang sudah bisa beribadah, meski harapannya belom lagi dikabul, keinginan dan doanya belom lagi dijabah, kesulitannya belom lagi dilepas Allah, sungguh ia telah berada di keberuntungan yang nyata. Namun sekali lagi, untuk menggambarkan perubahan yang terjadi pada supir saya ini, kata-kata: keberuntungan, saya pakai juga. Ya, di Sumsel, keberuntungan ini datang juga. Satu hari sebelomnya, ia dan istrinya berpuasa. Ketika mau buka, uang di tangan 5000 rupiah. Jalanlah ia untuk membeli sekedar jajanan buat berbuka. Buat dirinya, istrinya, dan sekalian buat anak-anaknya. Namun di tengah jalan, seperti kisah sedekah klasik, uang ini ada yang minta. Ia dan istrinya sepakat, memilih tidak berbuka puasa. Tanggung. Sekalian terus nge-track di dunia sedekah. Sampe kata-kata Ustadz terbukti, sampe datang itu janji Alah. Sedekah adalah pengorbanan. Masa iya juga ga makan. “Semua dijamin Allah,“ kata hatinya yakin. Istrinya mendukung. Dan nyatanya malam itu mereka tetap makan. “Dikirim Allah,“ katanya. Esok harinya, kabar gembira itu datang. Dia ini didatengi pemilik lahan, yang di dalamnya ada batubaranya. “Ada yang mau beli. Situ aja yang urus.“ Supir saya ini kemudian mengurus. Sederhana. Hanya nyambungin dan faslitasin ketemuan. Orang Korea ternyata. Bukan orang Indonesia. Dalam perjalanan waktu, ada peristiwa di mana uang 3M sebagai awal, dititip ke eks supir saya ini. Tidak lewat transfer. Tidak lewat cek. Tapi tunai. Dititip ke supir saya. Entahlah. “Peristiwa itu terasa benar diatur Allah,“ tutur beliau kepada Ustadz Basuni, kawan saya sekaligus guru saya. “Kalau tidak dititip ke saya, lain cerita kali.“ Uang 3M sebagai DP itu kemudian berlanjut dengan pembayaran kedua. Wallaahu a’lam. Semoga kisah kayak gini dialami sendiri oleh Saudara, sehingga saya tidak dianggap bohong. Saya terus terang ada kesulitan tersendiri kalau berkisah dengan mencantumkan identitas asli narasumber atau testimoni. Jadi ya dinikmati saja, sambil saya berdoa, kisah ini akan menjadi kisah Saudara semua yang percaya lalu mengikuti. Eks supir saya ini memberikan semua uang 3M kepada pemilik lahan. “Nanti pembayaran kedua, langsung sama orang Koreanya.“ Saat membayar bayaran kedua, orang Korea ini cukup surprise melihat transaksi lancar. Uang 3M yang berpotensi dibawa lari, sedang ia tidak ada siapa-siapa di Indonesia, ternyata nyampe sempurna kepada pemilik lahan. Surprise berikutnya, ia tidak menduga bahwa uang 3M itu tidak akan dipotong sama sekali, sebagai barangkali kelaziman calo atau transaksi. Yang terjadi berikutnya, Korea ini nyaman sekali dengan eks supir saya ini. “Susah cari yang jujur.“ Akhirnya ia pun menjadi orang kepercayaannya Korea ini hingga mengatur lalu lintas uang puluhan milyar rupiah. Hal-hal yang begini yang akan dibahas di sini. Ga susah. Semua insya Allah bisa. Sekedar menjelang tutup mukaddimah ini, saya ingin mengatakan kepada Saudara-Saudara semua, sungguh jalan bagi Allah itu luaaaaaaas dan buanyak. Jangan yang ada cantolannya kayak gubernur di atas tadi. Di mana sebelom dicalonkan jadi wakil, ia sudah sering ke rumah dinas gubernur, walo sebatas pemberi kultum dan tausiyah. Atau kayak eks supir saya, dengan jelas ia mengatakan ga bisa lama-lama jadi supir saya. Kepengen kaya, kepengen jadi pengusaha, he he. Insya Allah yang ga ada angin pun, di awalnya, ga ada cantolannya pun, di awalnya, insya Allah, insya Allah, insya Allah, segala jalan milik Allah. Allah akan bukakan untuk Saudara semua. Insya Allah. Kalau cerita melulu, ga beres-beres nih Mukaddimah. Ntar malah jadi buku saku terpisah, ha ha ha. Kayak Mukaddimahnya Kuliah Tauhid atau Mukaddimahnya Quantum Giving yang sudah duluan jadi buku tersendiri. Insya Allah saya batasin dah. Saya segera tutup dengan beberapa lagi informasi. He he, maaf ya. Belom nutup-nutup juga. Berbarengan dengan itu, atas izin Allah saya dan kawan-kawan dengan dibantu oleh jutaan orang di negeri saya, Indonesia, mengumandangkan INDONESIA MENGHAFAL. Sebuah gerakan yang membangun ddasar dan mewarnai pembangunan Indonesia masa depan. Gerakan ini meski tidak menyengaja memfokuskan ke anak-anak Indonesia, melainkan ke semua strata umur masyarakat, namun sasaran utama gerakan ini adalah anak-anak bangsa. Orang-orang tua Indonesia menjadi motor bagi anak-anak Indonesia agar anak-anaknya tumbuh bersama al Qur’an. Mau jadi apa kek anak bangsa di kemudian harinya, anak udah dibekali duluan dengan al Qur’an. Gerakan ini kemudian menjadi srategis apabila kemudian disadari bahwa Indonesia masa depan bukan hanya diinginkan sebagai negara yang maju dan memimpin dunia saja, tapi negara yang semakin bermartabat, berakhlak mulia, berkarakter Indonesia yang ramah, santun, dengan al Qur’an sebagai jendralnya. Kehidupan ini, termasuk kehidupan pengusaha dan penguasa, semuanya tidak bisa dipisahkan dari yang namanya agama. Tidak bisa dipisahkan dari yang namanya al Qur’an dan as Sunnah. Kalau misah dan terpisah, wuah, rusaklah negeri ini, rusaklah dunia ini, dan rusak juga keluarga dan dirinya. Karena itu, sebagaimana saya menyeru di Mukaddimah ini: “Jangan memusuhi keinginan, jangan memusuhi impian. Bersahabatlah dengan keinginan dan impian, bawalah ke Allah dan teruslah bergerak,“ maka saya pun ingin berkata: “Jangan memusuhi dunia usaha, jangan memusuhi kekuasan. Masuklah. Ikutlah menjadi pemainnya. Warnai dengan al Qur’an dan akhlak yang mulia. Berdakwahlah di dunia usaha dan dunia kekuasaan, dengan memberikan contoh riil yang menakjubkan dan nyata. Dan jadilah manusia yang sebanyak-banyak manfaat buat yang lain.“ Saya membayangkan, indah betul, di geladak kapal perang induk Indonesia. Berdiri seorang panglima TNI, memimpin shalat tarawih berjamaah. Di kapal perang induk itu, berlangsung tiap malam, seperti pasukannya Muhammad al Faatih yang menaklukkan Konstantinopel di abad 14, di mana mereka shalat malam, shalat tarawih, 1 malam 1 juz. Sang panglima TNI yang datang di malam ke-17, melanjutkan dengan juz yang ke-17 tanpa ada kesulitan. Ayat suci berkumandang, di atas geladak kapal perang induk Indonesia. Bukan sekarang. Tapi 20-40 tahun yang akan datang dari 2012 ini. Suara yang datang dari seorang imam yang haafidz, yang hafal Qur’an, sedang ia adalah seorang pemimpin yang memimpin seluruh angkatan bersenjatanya Republik Indonesia, darat, laut, dan udara. Subhaanallaah... Lebih amazing lagi, ribuan tentara yang ikut shalat, pun mayoritasnya adalah tentara-tentara penghafal Qur’an. Masya Allah. Zaman itu akan sampe. Zaman di mana ga akan ada kesulitan merekrut calon-calon tentara yang hafal Qur’an. Sebab input sekolah tentaranya, sudah output sekolah Qur’an semua. Ini memang impian. Tapi biar aja. Mulai aja bermimpi. Apalagi Indonesia udah mulai keilangan mimpinya. Didera korupsi, didera kasus-kasus politik, kerusuhan, dan berbagai macam penderitaan rakyatnya. Media pun ikut bertanggung jawab membangun keprihatinan bangsa, dan pesimisme. Saya memilih fokus aja ke impian, dan motivasi membangun. Bukan saya doang yang bermimpi. Tapi semua yang membaca ini, yang mengikuti perkuliahan ini, insya Allah semuanya ikut serta bermimpi. Dan kemudian sama-sama bergerak mewujudkan impian ini, bersama Allah juga. Saya membayangkan, ada satu gedung baru dibuka. Milik sebuah perusahaan holding company. Yang dibarengi dengan syukuran diakuisisinya perusahaan berbendera asing yang diambil kembali oleh anak negeri, yakni si pemilik gedung. Hari seremoni pembukaan itu hari senen siang. Tidak ada dominasi makan siang, ataupun jamuan minuman dan kue-kue. Sebab presdir dengan jajarannya, dan ribuan karyawan yang khidmat mengikuti seremoni pembukaannya, sedang berpuasa sunnah. Puasa sunnah hari senen. “Kita mencapai kejayaan ini, sebab di antaranya fadhilah puasa sunnah yang kita lakukan bertahun-tahun dengan izin Allah. Bertahun-tahun kita bersama membangun usaha ini dengan buka puasa bersama. Ribuan istri karyawan, ribuan suami karyawati, semuanya datang ke kantor-kantor cabang kita semua, dan termasuk di kantor pusat. Untuk berbuka bersama, mendoakan usaha kita ini. Lalu sampailah kita hingga hari ini. Maka hari kemenangan ini, tidak kita tandai dengan makan-makan di siang hari, tapi justru kita merayakannya dengan mengingat sejarah. Yakni sambil berpuasa...“, begitu cuplikan sambutan sang presdir. Mantab! “Buat yang tidak berpuasa, ga usah khawatir. Qur’an dan Rasulullaah mengajarkan kami memuliakan tamu. Kami tetap akan menemani. Seakan-akan kami tidak berpuasa...“ Seakan Presdir ini sombong mengatakan ini, tapi kalimatnya bukan kalimat yang sombong, riya, tapi kalimat penuh makna dan memotivasi. Ia merayakan seremoni pembukaan gedung barunya, selametan perusahaan yang baru dibelinya, bersama karyawan-karyawatinya dengan tetap berpuasa. Subhaanallaah. Dan selepas ashar, menyambut datangnya waktu berbuka, ada khataman Qur’an. Khataman Qur’an adalah bid’ah bagi sebagian yang lain. Tapi tidak buat Presdir dan perusahaan ini. Khataman Qur’an pun biasa saja. Ga ada yang istimewa. Kecuali pemandangan di perusahaan ini. Biasanya khataman Qur’an dilakukan oleh santri-santri penghafal Qur’an, atau ustadz-ustadz yang hafal Qur’an. Sementara banyak karyawan senior, direksi dan owner, tidak di lokasi khataman. Sedang bergelak tawa dengan para tamu undangan terhormat lainnya. Di perusahaan yang dibayangkan ini, beda. Semua khusyu’, khidmat. Satu ruangan dengan presdir, di ballroom besar gedung itu. Siapa yang mimpin khataman? Ga tanggung-tanggung, langsung Sang Presdir! Bilghoib. Tanpa melihat dan tanpa megang Qur’an. Dan subhaanallaahnya, hanya sedikit dari ribuan karyawannya yang juga pegang Qur’an. O-o-o, rupanya mayoritas karyawan karyawatinya pun berasal dari generasi penghafal Qur’an. Saat itu nanti datang, saat yang dibayangkan ini insya Allah terwujud, bukan sekarang. Tapi 30-40 tahun yang akan datang. Di mana zaman itu, tidak akan susah mencari calon karyawan yang datang membawa lamaran pekerjaan dan pengalamannya, berikut hafalan Qur’an 30 juz nya. Insya Allah ini bukan mimpi. Ada Allah, dan ada Saudara-saudara semua yang bisa mewujudkan bersama-sama. Insya Allah. Btw, akan halnya dengan pembukaan usaha di hari senen, lalu ditutup dengan buka puasa bersama, agaknya ga usah nunggu 30-40 tahun kali. Yang satu ini mah Saudara bisa lakukan sesegera mungkin saat Saudara membuka unit usaha baru, kantor baru, memulai proyek baru, dan lain sebagainya. Nah... Begini inilah suasana dunia usaha yang mau dibangun. Di perkuliahan ini, di tulisan ini, Saudara tidak akan menemukan pembahasan lebih detail lagi tentang sekolah kepemimpinan, atau tentang dunia kekuasaan. Sebab yang kali ini fokus di dunia usaha, dagang, dan kerja profesional. Selamat mengikuti perkuliahan “Semua Bisa Jadi Pengusaha“. Doa saya menyertai.

Tidak ada komentar:

Cari disini data yang anda butuhkan?