Jumat, 03 Januari 2014

KULIAH UMUM CARA MUDAH JADI PENGUSAHA

Saya ulangi di dalam Kuliah Umum ini, bahwa semua prinsip untuk kemudahan dunia, sama. Termasuk sukses menjadi pengusaha, dan sukses menjadi pengusaha yang sukses. Yakni prinsip tauhid, iman, dan keyakinan. Prinsip ibadah dan doa. Percaya sama Kekuatan Allah, dan menyiapkan diri sebaik-baiknya dengan terus menerus berada di dekat Allah, dalam ibadah, doa, dan ikhtiar yang juga terus menerus bersama-Nya. Jika mereka yang tidak punya Allah, bahkan tidak bertuhan, diberi kesempatan menjadi pengusaha, dan pemimpin, maka saya sungguh kepengen semakin percaya, apalagi jika kita bertuhan Allah, dan memakai betul Allah sebagai kekuatan yang memimpin dan menggerakkan. Apalagi menjadi pengusaha dan pemimpin tidak sesulit yang Saudara kira. Hanya ada yang mengerti, ada yang tidak mengerti. Ada juga yang secara tidak sengaja meniti jalan ini, lalu jadi, ada yang secara sengaja meniti jalan ini, lalu bertambah-tambah jadinya. Ada yang siap, dan menyiapkan dirinya, ada juga yang tidak siap lalu akhirnya mau ga mau menjadi siap. Ada yang dipilih, ada pula yang secara natural kemudian mengemuka. Dan saya mencoba dengan izin Allah menyingkapnya seserpih dua serpih, sedikit dua dikit, hingga ia menjadi sebuah tuntutan step by step yang bisa diikuti. Muhammad al Faatih, seorang penakluk Konstantinopel, adalah seorang yang memang siap secara dirinya, dan disiapkan oleh ayahnya, Sultan Mehmed II. Hingga pada umur 19 tahun ia diangkat begitu belia menjadi Sultan, dan umur 23 menaklukkan Konstatinopel. ’Umar bin ’Abdul ’Aziz, putra ’Abdul ’Aziz, dipersiapkan betul juga oleh ayahnya, untuk menjadi pempimpin masa datang. Baik Muhammad al Faatih, maupun ’Umar bin ’Abdul ’Aziz, tidak dipersiapkan dengan ambisius. Tapi dipersiapkan dengan semangat ilahiyah. Pernah pada suatu hari, ’Abdul ’Aziz, ayah dari ’Umar yang kelak menjadi salah satu khalifah besar pada masanya, mencukur kepala ’Umar sampe botak, sebab ketinggalan shalat. Hal serupa dilakukan Sultan Mehmed II kepada Muhammad al Faatih, anaknya, dengan sentuhan yang serupa tapi tak sama. Muhammad al Faatih dididik dengan pendidikan al Qur’an, as Sunnah, agama, bahasa, dan militer, hingga kemudian ia siap lebih cepat dari masa seharusnya seorang pemimpin. Bagaimana juga seorang ’Umar bin Khattab menyiapkan seorang gubernur mesir yang peduli dan sayang juga kepada keluarganya. Dikisahkan salah satu kandidat gubernur menghadap ’Umar bin Khattab dengan membawa anaknya. Lalu Khalifah ’Umar mencium anak itu dengan kasih sayang. Ayah anak ini, kandidat gubernur, berkata, “Saya tidak pernah mencium anak saya sebagaimana engkau mencium wahai Khalifah...“. Mendengar perkataan kandidat gubernur ini, dikisahkan oleh sejarah, bahwa ’Umar menunda pengangkatan itu, dan sebagian yang lain mengatakan, dibatalkan. Apa kata Khalifah ’Umar, “Bagaimana mungkin seorang yang akan memimpin satu negeri lalu tidak berlaku lembut kepada anaknya?“ Aroma penyiapan itu makin terlihat manakala Rasul membimbing langsung para sahabatnya, mulai dari sahabat Khulafa-ur Rasyidiin, hingga sahabat tabi’ien, dan beberapa generasi setelahnya. Membimbing bukan hanya barisan petempur. Tapi barisan pemimpin dan juga pengusaha. Sekeliling Rasul kemudian menjadi orang-orang hebat yang melekat Qur’an dan warisan akhklak kenabian, dan juga menjadi pemimpin, penguasa, dan pegusaha dan pedagang hebat pada masanya. Sekurang-kurangnya sejarah mencatat ada Abdurrahman bin Auf, sahabat Rasul yang menginspiratif dunia usaha. Saat beliau ikut hijrah bersama Rasul, Abdurrahman bin Auf pamit ke pasar. Dan kemudian beliau menguasai pasar Madinah sebagai permulaan setelah hijrahnya. Abdurrahman bin Auf menjadi penguasa dan pengusaha besar pada zamannya. Ga tanggung-tanggung, sahabat-sahabat senior, yang disebut Khulafaur-Rasyidiin, yakni Abu Bakar, ’Umar bin Khattabb, ’Ustman bin ’Affan, dan sahabat yang dikenal bersahaja, ’Ali bin Abi Thalib, pun semuanya penguasa yang adil, pemberani, disegani dan ditakuti, dan sekaligus sebagai pengusaha, yang menambah deret kemuliaan dan kehormatan diri baik di mata manusia apalagi di mata Allah. Properti Khaibar milik ’Umar bin Khattab, bukan maen besarnya, 70 ribu properti dikisahkan dimiliki ’Umar yang semuanya dipakai untuk menunjang dakwah dan perjuangannya. Kisah heroik ’Ustman sebagai pedagang pun menginspirasi seorang Yusuf Mansur ber-Quantum di urusan keuntungan usaha dan bisnisnya. Manakala dagangan ’Ustman distop oleh kafilah arab, hendak dibayari 2x lipat, ’Ustman ga mau. Dibayari 10x lipat oleh kafilah berikutnya, hingga 20x lipat oleh kafilah berikutnya, ’Ustman tetap menolak. “Ada yang membeli 700x lipat.“ ’Ustman disebut gila. Siapa yang bisa beli sampe 700x lipat. Ga ada. Kalaupun ada, berapa mau dijual? Dan siapa yang bisa beli? ’Ustman menjawab, ada. DIA lah Allah. Allah yang membeli dagangannya ’Ustman, hingga 700x lipat atau bahkan lebih. Sebagai janji bagi sesiapa yang mau bersedekah di Jalan Allah. Subhaanallaah... Cetak biru sejarah, dan tintas emas sejarah ini terlalu dini saya kupas di Mukaddimah ini. Biarlah ia menjadi sesuatu yang ringan, sesuai dengan apa yang ingin dikupas di rangkaian-rangkaian tulisan ini. Insya Allah tidak akan berkernyit mengikuti pembelajaran demi pembelajaran, namun dengan semangat yang mudah-mudahan “tidak sekedar“ menjadi pengusaha dan pemimpin yang ecek-ecek. Insya Allah. Dengan kesungguhan kita semua, maka kalimat Kun Fayakuun akan berlaku juga untuk kita. Sebuah kalimat yang menandakan juga adanya proses dan keterlibatan kita semua dalam “Keputusan Takdir“ Allah.

Tidak ada komentar:

Cari disini data yang anda butuhkan?